Rabu, 19 April 2017

TAFSIR TARBAWI POSISI AKAL DAN NAFSU DALAM ISLAM SERTA KEDUDUKANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM



MAKALAH
POSISI AKAL DAN NAFSU DALAM ISLAM SERTA KEDUDUKANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
DOSEN PENGAMPU: Drs. H. IDRIS, M.Pd.I
OLEH 
NAMA                                                           NIM
1.      ANDARI FILNA JESIKA                                160103068
2.      WAHYU EFENDI                                              160103082

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
UIN MATARAM
2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Posisi Akal dan Nafsu Dalam Islam Serta Kedudukannya Dalam Pendidikan Islam , yang mana makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi.
Adapun yang kami bahas dalam makalah ini yaitu tafsiran surah – surah Al-Qur’an tentang posisi akal dan nafsu dalam islam yang terdiri dari Surah Al-Kahfi ayat 28 , Surah Ali Imran ayat 190-191 dan Surah Shad ayat 26 , selain itu makalah ini juga membahas tentang kedudukan akal dan nafsu dalam pendidikan islam.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu, serta sumber yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya
.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Mataram, 11 April 2017













DAFTAR ISI

Ø  KATA PENGANTAR.………………………………………………................................................1
Ø  DAFTAR ISI….…………………………………………………………….....................................2
Ø  BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah.……………….………………………………….......3
1.2  Rumusan Masalah………………………………………………………...…...3
1.3  Tujuan Pembelajaran ……………………………………………………….…4
Ø  BAB II PEMBAHASAN
2.1  Surah Al-Kahfi Ayat 28 ………………..………….……………………….…5
2.2  Surah Ali Imran Ayat 190-191……………………………..……………...….7
2.3  Surah Shad Ayat 26 ………………………………..……….………………...10
2.4  Kedudukan Akal dan Nafsu Dalam Pendidikan Islam…………..……….…..11
Ø  BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………..13
3.2 Saran ………………………………………………………………...….…....13
Ø  DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam siklus sebuah penciptaan, Allah SWT telah meninggikan derajat mahluk yang bernama manusia. Beragam ilmu dan pengetahuan telah Dia benamkan dalam akal manusia. Akal, inilah perantara Tuhan untuk membenamkan ilmu dan pengetahuan, yang nantinya akan dipergunakan sebagai alat bertahan hidup dimuka bumi, yang memang manusia dipersiapkan untuk menjadi khalifahnya, pemimpinnya. Dengan akal, dan ilmu pengetahuan yang terbenam didalamnya manusia mampu melakukan improvisasi dalam rangka menjalankan perannya sebagai pemimpin dimuka bumi. Terlebih, ada banyak kejadian dialam semesta, atau ayat-ayat Kauniyah, yang Alloh berikan sehingga manusia dapat belajar dengan akalnya.
Nafsu sebagai salah satu sifat yang Alloh berikan kepada manusia, selalu digunakan oleh Iblis, Setan dan kawan-kawannya, untuk memperdaya manusia. Yang seringkali membuat keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia didominasi oleh nafsu yg dikuasai setan. Keputusan yang di provokatori oleh setan itu cenderung melalaikan hakikat khalifah dimuka bumi, melalaikan sebuah siklus “kehidupan” dikampung akhirat, melalaikan dari pengharapan ridho Illahi dalam setiap penjalanan aktifitas. Kemudian Alloh mengutus Nabi dan Rasul, yang bersamanya dititipkan Firman-firman Tuhan, ayat-ayat Illahiah, aturan main bagi manusia, pedoman dasar bagi manusia dalam menjalani perannya sebagai khalifah. Sebuah aturan main yang menjelaskan hal-hal yg harus dilakukan, dan juga hal-hal yang harus dihindari, tidak boleh disentuh sama sekali. Disini juga dijelaskan bagimana Iblis, setan dkk menjadi musuh manusia yang paling utama. Serta diajarkan juga bagaimana caranya mengekang hawa nafsu, dan mengoptimalkan kerja akal.
     
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagia berikut :
1.      Apa penafsiran yang terkandung dalam Surat Al-Kahfi Ayat 18-28 ?
2.      Apa penafsiran yang terkandung dalam Surat Ali Imran Ayat 190 – 191 ?
3.      Apa penafsiran yang terkandung dalam Surat Shad Ayat 26 ?
4.      Bagaimana kedudukan akal dan nafsu dalam pendidikan islam ?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui penafsiran yang terkandung dalam Surat Ali Imran Ayat 190 – 191
2.       Untuk mengetahui penafsiran yang terkandung dalam Surat Shad Ayat 26
3.       Untuk mengetahui penafsiran yang terkandung dalam Surat Al-Kahfi Ayat 18-28
4.      Untuk mengetahui kedudukan akal dan nafsu dalam pendidikan islam.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Surah Al-Kahfi Ayat 28

Artinya :
Dan bersabarlah bersama dengan orang – orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan senja dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah engkau mengikuti siapa yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaanya telah melampaui batas.”
Salah satu alasan pemuka-pemuka kaum musyrikin untuk tidak hadir mendengar wahyu dan tuntunan-tuntunan yang disampaikan nabi Muhammad SAW adalah keengganan mereka duduk berdampingan dengan fakir miskin kaum muslimin.karena itu nasihat ayat yang lalu dilanjutkan dengan firman-Nya: “ Wahai Muhammad peliharalah persahabatan dan persaudaraanmu dengan umatmu semua,termasuk fakir miskin dan bersabarlah melaksanakan tuntunan wahyu bersama dengan orang-orang yang beriman kepada Allah yang selalu menyeru Tuhannya, didorong oleh ketaatan dan kesyukuran kepada-Nya diwaktu pagi dan senja, yakni sepanjang waktu dengan mengharap keridhaan-Nya walaupun mereka miskin tidak memiliki sesuatu; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka, lalu mengarah kepada orang-orang kafir karena kekayaan atau kedudukan social mereka dengan mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, serta kenikmatan dan kenyamannya, karena apa yang mereka miliki itu hanyalah kenikmatan sementara yang segera barakhir dengan kesengsaraan, dan janganlah juga engkau mengikuti siapa pun yang telah kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, karena kebejatan diri dan keengganannya mengikuti tuntunan sehingga ia lupa dan lengah lagi selalu tertarik kepada kehidupan duniawi, serta mengikuti hawa nafsunya ,dan adalah keadaanya itu benar-benar telah melampaui batas.”
Kata (وَجْهَهُۥ ) wajhahu/wajah-Nya menjadi bahan pembicaraan para teolog. Dapat dipastikan bahwa yang dimaksud dengan wajah disini bukanlah wajah sebagaimana wajah makhluk, karena Allah tidak seperti siapapun. Buat makhluk, wajah adalah bagian yang paling menonjol dari sisi luarnya serta paling jelas menggambarkan identitasnya. Dari disini dapat dimengerti pendapat sementara ulama’ yang memahami kata wajah yang digunakan bagi Allah dalam arti sifat-sifat-Nya yang tercakup dalam Al-Asma’al-Husna, karena nama-nama itu menjelaskan sifat-sifat Allah dan dengan dengannya dapat terungkap sedikit lagi sesuai,dengan kemampuan manusia,siapa tuhan yang maha Esa itu.
Seseorang yang menghadap Allah dengan menyeru salah satu nama-Nya –katakanlah menyeru Ar-Rahman,maka ia pada hakikatnya memohon kiranya sebagian dari rahmat kasih sayang-Nya tercurah kepadanya. Demikianlah sehingga dengan menyebut nama-Nya itu si pemohon mengharapkan wajah-Nya, yang dalam hal ini adalah percikan dari rahmatnya yang merupakan salah satu dari sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna dan indah itu. Begitu juga dengan menyeru sifat-sifat-Nya yang lain, sehingga pada akhirnya kita dapat berkata, siapa yang mengharapkan wajah-Nya maka ia mengharap curahan dari sifat-sifat-Nya yang indah itu, dengan jalan ia menempatkan diri pada posisi yang menjadikan ia dapat memperoleh anugerah.dapat juga dikatakan bahwa mengharap wajah-Nya berarti mengharap ridha-Nya,karena seseorang yang diredhai tidak akan dibelakangi,tetapi akan dilihat dengan penuh kasih sayang dan ini menuntut terarahnya wajah kepada yang disukai atau yang diredhai itu.
Kalimat (وَٱلْعَشِىِّ بِٱلْغَدَوٰةِ ) bi al-ghadati wa al-‘asyiyi dapat juga dipahami dalam arti hakikinya, yaitu pagi dan petang dan demikian ayat ini mengisyaratkan betapa penting dan baiknya berzikir mengingat Allah diwaktu pagi dan petang.
Kata ( تَعْدُ ) ta’du terambil dari kata ‘ada-ya’du yang pada mulanya berarti melampaui dan meninggalkan. Atas dasar ini banyak ulama’ memahami ayat diatas dalam arti “ Jangan sampai matamu meninggalkan mereka atau melampauinya sehingga tidak melihat mereka.”Az-Zamakahasyari, pakar tafsir dan bahasa Al-Qur’an, memahami kata tersebut dalam arti berpaling, karena itu tulisnya, kata tersebut diikuti oleh kata ‘anhum.
Firman-Nya: ( ﻗﻟﺑﻪ  أَغْفَلْنَا مَنْ ) man aghpalna qalbahu/siapa yang telah Kami lalaikan hatinya tidak dapat dijadikan alasan untuk mendukung paham fatalisme yang menyatakan bahwa manusia tidak memiliki peranan menyangkut kegiatannya.
Kata ( فُرُطًا )  furuthan terambil dari kata furth, yakni penganiayaan atau pelampauan batas. Ada juga yang memahami kata tersebut dalam arti bercerai-cerai, seperti sekumpulan anggur yang berjatuhan dan bercerai-cerai dari tangkainya. Penambahan kata kana pada penggalan ayat ini mengandung makna kemantapan pelampauan batas atau perceraiberaian itu.
Firman Allah SWT diatas walaupun secara redaksional ditunjukkan kepada Rasulullah Muhammad SAW tetapi ia lebih banyak dimaksudkan untuk umatnya, karena jelas bahwa Rasulullah SAW. tidak menginginkan kesenangan hidup dan keindahan-keindahan duniawi. Dengan kata lain, larangan diatas mengandung pesan agar manusia lebih berhati-hati terhadap godaan dunia dan rayuan nafsu.
Ayat ini sama sekali tidak dapat dipahami bahwa Islam menolak perhiasan duniawi dan menghalangi umatnya untuk menikmati kelezatannya.Tidak! Ia hanya mengingatkan agar jangan sampai hal tersebut melalaikan. Peringatan ini perlu ,karena daya tarik bumi amat kuat.jika demikian, silahkan menikmatinya, akan tatapi itu harus disertai dengan mengingat Allah seta mensyukuri nikmat-Nya.

2.2  Surah Ali Imran 190-191
·         Penafsiran Ayat 190


Artinya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
Sebagaimana terbaca pada ayat 189 yang menegaskan kepemilikan Allah swt atas alam raya, maka disini Allah menguraikan sekelumit dari penciptaan-Nya itu serta memerintahkan agar memikirkannya, apalagi seperti dikemukakan pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surah Ali-Imran adalah pembuktian tentang tauhid, keesaan, dan kekuasaan Allah swt. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah yang Maha Hidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Maha Mengelola segala sesuatu). Hakikat tersebut kembali ditegaskan pada ayat ini dan ayat mendatang. Salah satu bukti kebenaran tersebut adalah undangan kepada manusia untuk berfikir, karena sesungguhya dalam penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa seperti matahari,bulan,dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit, atau dalam pengaturan sistem kerja langit yang sangat teliti serta kejadian dan perputuran bumi pada prosesnya yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang, perbedaannya baik dalam masa maupun panjang dan pendekkya terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah bagi ulul albab yakni orang-orang yang memiliki akal atau berakal. Ulul Albab adalah orang –orang yang memiliki akal yang tidak kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir. Orang yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah.

·         Penafsiran Ayat 191

Artinya :
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi: "Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Ayat ini dan ayat selanjutnya menjelaskan sebagian dari ciri-ciri- orang yang dinamai Ulul Albab yang telah dijelaskan pada ayat-ayat lalu. Mereka adalah orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan yang terus-menerus mengingat Allah dengan ucapan dan atau hati, dan dalam seluruh situasi dan kondisi, saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring atau bagaimanapun ,dan mereka memikirkan tentang penciptaan yakni kejadian dan sistem kerja langit dan bumi, dan setelah itu berkata sebagai kesimpulan: Tuhan kami,tiadalah Engkau menciptakan alam raya dan segala isinya ini dengan sis-sia tanpa tujuan yang hak. Apa yang kami alami, lihat, atau dengar dari keburukan atau kekurangan, Maha Suci Engkau dari semua itu. Itu adalah ulah atau dosa dan kekurangan kami yang dapat menjerumuskan kami kedalam siksa neraka,maka peliharalah kami dari siksa neraka. Terlihat bahwa objek zikir adalah Allah , sedang objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti bahwa pengenalan kepada Allah lebih banyak dilakukan oleh kalbu, sedangkan pengenalan alam raya didasarkan pada pengenalan akal, yakni berfikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan zat Allah. Hal ini dipahami dari sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn Abbas : “ Berfikirlah tentang makhluk Allah dan janganlan berfikir tentang Allah.”
Diatas telah dijelaskan makna firman-Nya (رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭ) rabbana ma khalaqta hadza bathilan yang artinya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, bahwa ia adalah sebagai natijah dan kesimpulan upaya zikir dan pikir. Bisa juga dipahami zikir dan pikir itu mereka melakukan sambil membayangkan dalam benak mereka bahwa alam raya tidak diciptakan Allah dengan sia-sia. Panggalan ayat tersebut dipahami juga sebagai bagian dari ucapan mereka yang dilanjutkan dengan ucapan: Sesungguhnya siapa yang Engkau masukan kedalam neraka…dan seterusnya, sehingga berarti, bahwa mereka berzikir dan berfikir seraya berkata, Tuhan kami,tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Memang pendapat ini dapat dibantah dengan menyatakan: “Bukankan Ulul Albab itu banyak,sehingga bagaimana mungkin mereka sepakat mengucapkan kata-kata itu?”keberatan ini ditampik oleh pendukung pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa ucapan itu mereka tiru atau diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Penulis memahami kalimat tersebut sebagai hasi zikir dan fikir dengan demikian ia tidak dapat dihadang oleh keberatan tersebut. Ayat didatas mendahulukan zikir atas fikir,karena dengan zikir mengingat Allah dan menyebut nama-nama dan keagungan-Nya,hati akan menjadi tenang.Dengan ketenangan,pikiran akan menjadi cerah bahkan siap untuk memperoleh limpahan ilham dan bimbingan ilahi.Ayat diatas juga menunjukkan bahwa semakin banyak hasil yang diperoleh dari zikir dan fikir dan semakin luas pengetahuan tentang alam raya akan semakin dalam pula rasa takut kepada-Nya.

2.3  Surah Shad Ayat 26

Artinya :
Wahai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi, maka putuskanlah di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang – orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan siksa yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Allah berfirman : Hai Daud sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah yakni penguasa di muka bumi, yaitu di Bait al-Maqdis, maka putuskanlah semua persoalan yang engkau hadapi diantara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu antara lain dengan tergesa-gesa menjatuhkan putusan sebelum mendengar semua pihak yang perkara tentang kambing itu, karena jika engkau mengikuti nafsu, apapun dan yang bersumber dari siapapun, baik dirimu maupun mengikuti nafsu orang lain maka ia yakni nafsu itu akan menyesatkan mu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang terus menerus hingga tiba ajalnya sesat dari jalan Allah,akan mendapat siksa yang berat akibat kesesatan mereka itu, sedang kesesatan itu sendiri adalah karena mereka melupakan hari perhitungan.
Kata khalifah pada mulanya berarti yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Pada masa Daud as. terjadi peperangan antara dua penguasa besar Thalut dan Jalut. Daud as. adalah salah seorang anggota pasukan Thalut. Kepandaiannya menggunakan ketapel mengantarnya berhasil membunuh Jalut, dan setelah keberhasilannya itu serta setelah meninggalnya Thalut, Allah mengangkatnya sebagai khalifah menggantikan Thalut. Dari ayat-ayat diatas dipahami juga bahwa kekhalifahan mengandung tiga unsur pokok yaitu: Pertama,manusia yakni sang khalifah; kedua,wilayah yaitu yang ditunjuk oleh ayat diatas dengan al-ardh; dan ketiga adalah hubungan antara kedua unsure tersebut.
Pada ayat diatas juga dengan tegas Allah mengingatkan nabi Daud sebagai khalifah (pemimpin) agar memimpin rakyatnya dan memutuskan berbagai perkara dengan seadil-adilnya, yaitu sikap yang tidak membeda-membedakan antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Selanjutnya Daud diingatkan pula agar tidak memperturutkan hawa nafsu, karena dapat menyebabkan manusia melakukan perbuatan yang tidak sejalan dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Perbuatan tersebut akan merugikan dirinya, masyarakat sekitarnya bahkan pelakunya akan menerima azab dari Allah SWT. Maka jelaslah bahwa seorang pemimpin yang baik adalah orang yang mendahulukan kebenaran yang diputuskan akalnya, bukan yang gemar mengikuti atau mempertaruhkan hawa nafsunya dalam setiap perbuatan dan tindakannya.

2.4  Kedudukan Akal dan Nafsu dalam Pendidikan Islam
Pemakaian akal dalam Islam diperintahkan oleh Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an itu sendiri baru dapat dipahami, dihayati dan diprektikkan oleh orang-orang yang berakal. Selanjutnya pemahaman terhadap fungsi akal yang terdapat dalam diri manusia harus dijadikan tolak ukur dalam merumuskan tujuan dan mata pelajaran yang terdapat dalam kegiatan pendidikan. Pemahaman yang keliru terhadap akal sebagai mana yang pernah terjadi dalam sejarah dapat menyebabkan terjadinya kekeliruan pula dalam merumuskan tujuan dan materi pendidikan. Dengan demikian, pemahaman yang tepat terhadap fungsi dan peran akal ini amat penting dilakukan dan dijadikan pertimbangan dalam merumuskan masalah-masalah pendidikan, misalnya pada tujuan pendidikan dan kurikulum pendidikan.
Pendidikan yang  baik adalah pendidikan yang harus mempertimbangkan potensi akal. Pendidikan harus membina, mengarahkan dalam mengembangkan potensi akal pikiran sehingga ia terampil dalam memecahkan masalah, diisi dalam berbagai konsep-konsep dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki pemahaman tentang yang baik dan benar. Pendidikan harus mengarahkan dan mengingatkan manusia agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merangsang dorongan hawa nafsu. Seperti berpakaian yang tidak menutup aurat, berjudi, minuman keras, narkoba, pergaulan bebas dan sebagainya.  Materi pendidikan yang dapat meredam gejolak hawa nafsu itu adalah penerapan akhlak dan budi pekerti yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, orang yang terbina akalnya dan telah terkendali hawa nafsunya dengan pendidikan, maka ia akan menjadi orang yang bermental tangguh, tawakal, tidak mudah terjerumus dan siap menghadapi ujian kehidupan. Indikasinya, orang tersebut akan memiliki jiwa yang tenang, tidak lekas berputus asa karena dengan akal dan pikirannya ia menemukan berbagai rahasia dan hikmah yang ada dibalik ujian dan kesulitan yang dihadapi. Baginya kesulitan dan tantangan bukan dianggap sebagai beban yang membuat dirinya lari dari Allah SWT, melainkan harus dihadapi dengan tenang dan mengubahnya menjadi peluang rahmat dan kemenangan. 
Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa kajian terhadap akal dan hawa nafsu secara utuh, komprehensif dan benar merupakan masukan yang amat penting bagi perumusan konsep pendidikan dalam Islam.
















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas yang dimaksud dengan orang yang berakal adalah orang yang selalu mengingat Allah dan selalu memikirkan ciptaan Allah. Akal adalah menunjukkan bahwa adanya potensi yang dimiliki oleh akal itu sendiri, yaitu selain berfungsi sebagai alat untuk mengingat, memahami, mengerti, juga menahan, mengikat dan mengendalikan hawa nafsu. Melalui proses memahami dan mengerti secara mendalam terhadap segala ciptaan Allah, manusia selain akan menemukan berbagai temuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, juga akan membawa dirinya dekat dengan Allah. Dan melalui proses menahan, mengikat dan mengendalikan hawa nafsunya membawa manusia selalu berada di jalan yang benar, jauh dari kesesatan dan kebinasaan.
Nafsu juga termasuk salah satu potensi rohaniah yang berupa rayuan atau godaan yang terdapat dalam diri manusia yang cenderung kepada hal-hal yang bersifat merusak, menyesatkan, menyengsarakan, dan menghinakan bagi orang yang mengikutinya. Untuk itu, manusia lebih berhati-hati terhadap godaan dunia dan rayuan nafsu.
Implikasi tentang posisi akal dan nafsu terhadap bidang pendidikan adalah bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang harus mempertimbangkan potensi akal. Pendidikan harus membina, mengarahkan dan mengembangkan potensi akal pikirannya sehingga ia terampil dalam memecahkan berbagai masalah, diisi dengan berbagai konsep-konsep dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki pemahaman tentang yang baik dan benar. Berbagai materi pendidikan yang terdapat dalam kurikulum harus memuat mata pelajaran yang bertujuan membina akal tersebut. Demikian pula metode dan pendekatan yang merangsang akal pikiran harus dipergunakan.
3.2  Saran
Kita sebaga makhluk ciptaan Allah yang diberikan atau dikaruniai akal dan nafsu sudah sepatutnya menggunakan akal yang diberikan oleh Allah dengan sebaik-baiknya dan begitu juga nafsu, kita harus bisa menahan hawa nafsu kita yang dapat menjadikan kita orang yang sesat di jalan Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M.Quraish . 2002 . Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an .
 Jakarta : Lentera Hati.
 Abuddin Nata . 2009 . Tafsir Ayat-ayat Pendidikan .  Jakarta : Rajawali Pers.




























0 komentar:

Posting Komentar

 

Math Proof Template by Ipietoon Cute Blog Design