Minggu, 29 Oktober 2017

KARAKTERISTIK ZUHUD ISLAM PADA ABAD I DAN II HIJRIYAH



MAKALAH
KARAKTERISTIK ZUHUD ISLAM PADA ABAD I DAN II HIJRIYAH
Dosen Pengampu : Dr. M. Saleh Ending , MA.

OLEH 
NAMA                                                           NIM
1.      ANDARI FILNA JESIKA                                160103068
2.      M. ZAINUDDIN TSANI                                   160103077


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  MATARAM
2017





KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Karakteristik Zuhud Islam pada Abad I , yang mana makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Adapun yang kami bahas dalam makalah ini yaitu ciri – ciri zuhud dalam berbagai aliran dan karakteristik zuhud pada abad I dan II Hijriyah.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu, serta sumber yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Mataram, 3 Oktober 2017
















DAFTAR ISI

Ø  KATA PENGANTAR.……………………………………………./........................1
Ø  DAFTAR ISI….…………………………………………………………................2
Ø  BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah ……………….…………….…........3
1.2  Rumusan Masalah…………………………………….….......3
1.3  Tujuan Pembelajaran ………………………………….…..…3
Ø  BAB II            PEMBAHASAN
2.1  Ciri – cirri Zuhud dalam Berbagai Aliran….…………………4
2.2  Karakteristik Zuhud Islam pada Abad I dan II Hijriyah…...…4
Ø  BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………………..7
3.2 Saran ……………………………………………………........7
Ø  DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Zuhud merupakan salah satu akhlak terpuji (akhlâqul-mahmûdah) dalam Islam. Terutama dalam ilmu tasawuf-akhlak, zuhud menempati posisi penting sebagai salah satu tahapan ruhani yang harus dilalui oleh seorang Salik menuju Tuhannya. Zuhud sebagai bagian dari akhlak terpuji karena mempunyai pengertian sebagai sikap yang kurang mementingkan persoalan keduniawian atau tidak mau terikat dengan dunia. Orang yang berzuhud maksudnya dia mampu mengendalikan kehidupannya dari pengaruh dan kepentingan dunia dengan mengutamakan kepentingan akhiratnya untuk bekal hidup masa selanjutnya. Ia akan sibuk diliputi oleh perbuatan-perbuatan yang cenderung mengarahkan dirinya semakin dekat dengan kehidupan dan kebahagiaan akhirat.[1]
Zuhud dalam islam menempati posisi sebagai maqam. Dalam posisi ini ia berarti hilangnya kehendak, kecuali berkehendak untuk untuk bertemu dengan Tuhan. Dunia dianggap penghalang (hijab) bertemunya seseorang dengan Tuhan dan karena itu ia dianggap sesuatu yang berlawanan arah (dikotomi) dengan-Nya. Dalam kaitan ini zuhud itu bersifat doctrinal dan historis.[2] Banyak sekali sahabat-sahabat yang mempraktekkan perilaku hidup zuhud dan kesederhanaan dalam kesehariannya. Sebagai contoh misalnya Umar bin Khattab yang sangat konsisten membedakan mana kepentingan dunia dan akhirat, sehingga ia hidup dalam kesederhanaan dalam urusan dunia dan giat meningkatkan ibadah yang berkaitan dengan masa depan akhiratnya
1.2  Rumusan Masalah
Apa saja karakteristik atau ciri – cirri dari zuhud islam pada abad I dan II kedua hijriah ?
1.3  Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui ciri – ciri zuhud dalam lintasan perkembangannya.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Ciri – ciri Zuhud dalam Berbagai Aliran
·         Aliran Madinah
Aliran Madinah ini lebih cenderung pada pemikiran angkatan pertama kaum muslimin (salaf), dan berpegang teguh pada zuhud serta kerendah hatian Nabi Muhammad Saw. Selain itu aliran ini tidak begitu terpengaruh perubahan-perubahan sosial yang berlangsung pada masa dinasti Umayyah, dan prinsip-prinsipnya tidak berubah walaupun mendapat tekanan dari Bani Umayyah. Dengan begitu zuhud aliran ini tetap bercorak murni Islam dan konsisten pada ajaran-ajaran Islam.
·         Aliran Bashrah
Corak yang menonjol dari para zahid Bashrah ialah zuhud dan rasa takut yang berlebih-lebihan. Dalam hal ini Ibn Taimiyah berkata : “Para sufi pertama-tama muncul dari Bashrah. Yang pertama mendirikan khanaqah para sufi ialah sebagian teman Abdul Wahid ibn Zaid, salah seorang teman Hasan al-Bashri. Para sufi di Bashrah terkenal berlebih-lebihan dalam hal zuhud, ibadah, rasa takut mereka dan lain-lainnya, lebih dari apa yang terjadi di kota-kota lain” Menurut Ibn Taimiyyah hal ini terjadi karena adanya kompetisi antara mereka dengan para zahid Kufah.
·         Aliran Kufah
Aliran ini bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu, hal-hal image dalam puisi, dan harfiah dalam hal hadis. Dalam aqidah mereka cenderung pada aliran Syi’ah dan Rajaiyyah. dan ini tidak aneh, sebab aliran Syi’ah pertama kali muncul di Kufah.
·         Aliran Mesir
Aliran ini bercorak salafi seperti halnya aliran Madinah.
                                                                                                                                                                               
2.2  Karakteristik Zuhud Pada Abad I dan II Hijriah
Menurut Abu Al - Wafa karekteristik zuhud Islam pada abad I dan II hijriah sebagai berikut:
1.      Zuhud ini berdasarkan ide menjuahkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama, yang dilatar belakangi oleh sosio-politik, coraknya bersifat sederhana, praktis (belum berwujud dalam sistematika dan teori tertentu ), tujuannnya untuk meningkatkan moral.
2.      Masih bersifat praktis dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Zuhud ini mengarah pada tujuan moral.
3.      Motivasi zuhud ini ialah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir abad kedua Hijriyyah, ditangan Rabi’ah al-Adawiyyah, muncul motivasi cinta kepada Allah, yang bebas dari rasa takut terhadap adzab-Nya.
4.      Menjelang akhir abad II Hijriyyah, sebagian zahid khususnya di Khurasan dan pada Rabi’ah al-Adawiyyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bisa dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf atau sebagai cikal bakal para sufi abad ketiga dan keempat Hijriyyah. Al-Taftazani lebih sependapat kalau mereka dinamakan zahid, qari’ dan nasik (bukan sufi). Sedangkan Nicholson memandang bahwa zuhud ini adalah tasawuf yang paling dini.[3]
Dalam perkembangan berikut, menurut R.A Nicholson, sebagian asketis generasi mutakhir lebih dekat pada tasawuf, namun mereka tetap tidak keluar dari ligkup asketisme. Sebab pada masa ini (maksud abad I dan II H) tidak seorang pun bisa membedakan asketisme dengan tasawuf atau memisahkan keduanya. Bahkan banyak kaum musliminyang menyebut diri mereka sebagai (apa yang kita maksud sekarang dengan) kaum sufi (sampai abad ke-3 H, dimana selanjutnya mulai tampak perbedaan jelas antara asketisme dengan tasawuf), padahal mereka sebenarnya adalah para asketisme yang ditandai dengan sedikit tasawuf. Dengan begitu akan lebih tepat kalau angkatan pertama para sufi itu dipandang sebagai bagian dari gerakan asketisme.[4]
Pendapat ini dicounter sendiri oleh Abu Wafa yang menurutnya para Asketisme tidak terdapat karakteristik tasawuf, (kecuali satu saja, yaitu peningkatan moral). Karena itu lebih tepatnya, hendaklah pada asketis muslim akhir abad ke-2 H tidak dipandang sebagai sufi.[5] Dari uraian di atas dapat diambil suatu catatan bahwa zuhud dalam Islam berkembang pada abad ke I dan ke-2, setelah itu mulai abad ke-3 Hijriah zuhud sudah menjadu bagian dari tasawuf (maqam).
Tokoh-tokoh zahid Mesir pada abad pertama Hijriyah diantaranya adalah Salim ibn ’Atar al-Tajibi. Al-Kindi dalam karyanya, al-Wulan wa al-Qydhah meriwayatkan Salim ibn ‘Atar al-Tajibi sebagai orang yang terkenal tekun beribadah dan membaca al-Qur’an serta shalat malam, sebagaimana pribadi-pribadi yang disebut dalam firmanAllah: ”Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam”. (QS. al-Dzariyyat, 51: 17). Dia pernah menjabat sebagai hakim diMesir, dan meninggal di Dimyath tahun 75 H. Tokoh lainnya adalah Abdur-rahman ibn Hujairah (w. 83 H.) menjabat hakim agung Mesir tahun 69 H.
Sementara tokoh zahid yang paling menonjol pada abad II Hijriyyah adalah al-Laits ibn Sa’ad (w. 175 H.). Kezuhudan dan kehidupannya yang sederhana sangat terkenal. Menurut ibn Khallikan, dia seorang zahid yang hartawan dan dermawan.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian tentang zuhud pada abad I dan II Hijriyyah dapat disimpulkan bahwa zuhud pada masa itu mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Pertama, zuhud ini berdasarkan ide menjauhi hal-hal duniawi, demi meraih pahala akhirat dan memelihara diri dari adzab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah yang terkena dampak berbagai kondisi sosial politik yang berkembang dalam masyarakat Islam ketika itu.
Kedua, bercorak praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian buat menyusun prinsip-prinsip teoritis zuhud. Zuhud ini mengarah pada tujuan moral.
Ketiga, motivasi zuhud ini ialah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir abad kedua Hijriyyah, ditangan Rabi’ah al-Adawiyyah, muncul motivasi cinta kepada Allah, yang bebas dari rasa takut terhadap adzab-Nya.
Keempat, menjelang akhir abad II Hijriyyah, sebagian zahid khususnya di Khurasan dan pada Rabi’ah al-Adawiyyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bisa dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf atau sebagai cikal bakal para sufi abad ketiga dan keempat Hijriyyah. Al-Taftazani lebih sependapat kalau mereka dinamakan zahid, qari’ dan nasik (bukan sufi).

3.2  Saran
Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan sehingga tidak sesuai dengan keinginan pembaca, untuk itu saran sangat kami harapkan agar penulisan makalah selanjutnya kekurangan-kekurangan tersebut dapat penulis perbaiki.




DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1990. Falsafah dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta : Bulan Bintang
Syukur, Amin. 2004. Zuhud di Abad Modern. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Syukur, Amin. 2002. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Al Wafa Taftazani, Al-Abu . 1970. Al Madkhal ila al Tasawuf al Islami . Kairo : Dar al Saqafah






























[1] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, cet. 12, 1996), h. 50-52.
[2] M. Amin Syukur , Zuhud di Abad Modern ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar , cet.III, 2004 ), hlm. v
[3] Amin Syukur, Menggugat Tasawuf (Yogyakarta: Puskata Pelajar, 2002), h. 101.
[4] Al-Abu al Wafa Taftazani, Al Madkhal ila al Tasawuf al Islami. ( Kairo : Dar al Saqafah , 1970 ), h.80
[5]  Ibid, hal. 89 – 90



1 komentar:

  1. The Rise of the Casino: How Online Gambling Made the
    Casino.com: 하남 출장마사지 The Rise of the 정읍 출장안마 Casino: How Online Gambling Made the Casino.com: 세종특별자치 출장마사지 The Rise of the Casino: How 진주 출장마사지 Online Gambling Made the Biggest Losses in U.S. 나주 출장안마 History.

    BalasHapus

 

Math Proof Template by Ipietoon Cute Blog Design