RESUME
STUDI AL-QUR’AN , STUDI HADITS DAN
KAJIAN LINGUISTIK ARAB
( MEMBANDINGKAN DENGAN BUKU LAIN )
DOSEN PENGAMPU: Drs. H.
HARIONO, M.Pd.
OLEH
NAMA NIM
1.
NIRTA
SAMSINAR .T. 160103067
2.
ANDARI
FILNA JESIKA 160103068
KELAS : 2.C
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
IAIN MATARAM
STUDI AL-QUR’AN
·
Dalam buku “ Metodologi Studi Islam ˮ
karya Dr. Fathurrahman Muhtar, M.Ag.
Pada
masa Nabi Muhammad Saw studi islam lebih difokuskan kepada pendalaman pemahaman
Al-Qur’an. Rasulullah langsung bertindak sebagai penafsir Al-Qur’an. Para sahabat sangat antusias untuk menerima
Al-Qur’an dari Rasulullah saw , meghafalnya dan memahaminya. Hal itu merupakan
suatu kehormatan bagi mereka. Rasulullah saw tidak mengikunkan para sahabt
menuliskan sesuatu dari dia selain Al-Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan
tercampur dengan yang lain.
Pada
masa khalifah Usman r.a kaum muslimin disatukan dalam satu mushaf. Mushaf
tersebut disebut Mushaf Imam. Penulisan Mushaf tersebut dinamakan ar-Rasm
al-Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman. Dan dianggap sebagai permulaan dari
ilmu Rasmil Al-Qur’an. Untuk menjadi sebuah mushaf Al-Qur’an, memerlukan
beberap porses yang melibatkan beberapa orang dalam kurun waktu relative
panjang. Proses pengumpulan Al-Qur’an meliputi proses penyampaian, pencatatan
dan kodifikasi hingga menjadi mushaf Al-Qur’an yang biasa disebut dengan jam’ul
al-Qur’an. Kemudian datang masa kekhalifahan Ali ra. Dan atas perintahnya, Abu
Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah-kaidah Nahwu. Cara pengucapanya yang tepat
dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada al-Quran. Ini juga dianggap
sebagai permulaan ilmu I’ rab al-Quran.
Al-Burhan
fi Ulum al-Qur’an karya Ali ibn Ibrahim ibn Said yang terkenal dengan nama
al-Hufiy , yang pertama kali mencetuskan istilah Ulumul Al-Qur’an. Kitab ini
merupakan kitab tafsir dan sekaligus ilmu-ilmu Al-Qur’an. Di antara para
mufassir yang termasyur dari para sahabat adalah empat orang khlifah, kemudian
Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ubay Ibn Ka’b, Zaid Bin Sabit, Abu Musa al-Asy’ari dan
Abdullah bin Zubair. Banyak riwayat
mengenai tafsir yang di ambil dari Abdullah bin Mus’ad dan Ubay bin Ka’b. Di antara
murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id Bin Jubair, Mujahid,
Ikrimah, Tawus bin Kisan al-Yamani dan Ata’ bin Abi Rabah. Pada masa sahabat
yang diriwayatkan meliputi ilmu tafsir, ilmu
garibil Quran, ilmu asbabun nuzul, ilmu Makki wal Madani dan Ilmu nasikh wal
mansukh.
Sedangkan
:
·
Dalam buku “ Metodologi Studi Islam ”
karya Drs. Atang Abd. Hakim, MA. & Dr. Jaih Mubarok, studi Al-Qur’an yang
dibahas yaitu :
Pada
masa Nabi Muhammad, ayat-ayat Al-Qur’an
masih berserakan dalam bentuk tulisan diatas pelapah daun kurma, lempengan
batu, dan kepingan tulang, disamping terpelihara dalam hafalan para sahabat.
Para penghafal pada masa itu ialah al-khulafa
al-rasyidun ( Abu Bakar, Umar bin Khathab, Usman bin Affan, dan Ali bin
Thalib ) dan lainnya. Adapun para penulis wahyu diantaranya ialah al-khulafa al
rasyidun , Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, dan Khalid bin Walid.
Pada
zaman Abu Bakar, para penghafal dan penulis wahyu banyak yang gugur di medan
perang melawan musuh islam, terutama pada Perang Yamamah. Oleh karena itu, atas
usul Umar bin Khathab, ayat-ayat yang berceceran pada benda-benda tersebut
dihimpun dalam mushaf. Terkumpulnya ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk mushaf
yang selanjutnya disimpan di rumah Abu Bakar. Pada zaman Umar bin Khathab,
mushaf disimpan dirumahnya. Setelah dia meninggal dunia, mushaf selanjutnya
disimpan dirumah Hafshah, putri Umar bin Khathab, istri Nabi Muhammad saw. Pada
masa Usman bin Affan, mushaf lebih disempurnakan sehingga tersusunlah lima
mushaf Utsmani. Satu mushaf disimpan di Madinah yang kemudian disebut Mushaf
al-Imam dan empat lainnya masing-masing dikirim ke Mekkah, Suriah, Bashrah dan
Kufah utuk disalin dan diperbanyak. Selanjutnya, Usman bin Affan menyuruh
memusnahkan seluruh mushaf selain mushaf Utsmani. Mushaf hasil kerja tim ini
kemudian dijadikan mushaf standar utuk penulisan dan pencetakan Al-Qur’an pada
tahun-tahun berikutnya.
Adanya
ayat-ayat Al-Qur’an yang masih dalam bentuk garis besar memberikan peluang
kepada mufassir untuk menjelaskannya. Dalam menafsirkan Al-Qur’an, mereka tentu
saja menggunakan kaidah-kaidah yang sebagiannya diambil dari ulum Al-Qur’an.
Quraish Shihab (1995;71-72) membagi periode tafsir kepada dua bagian. Pertama, periode nabi, sahabat dan
tabi’in sampai kira-kira tahun 150 H. Kelompok tafsir periode ini disebut
tafsir bi al-ma’tsur. Corak tafsir ini bersumber pada penafsiran Rasulullah,
penafsiran sahabat, dan penafsiran tabi’in. Kedua
, periode ketika hadis-hadis Rasul Allah telah beredar luas dan berkembang
hadis-hadis palsu di tengah-tengah masyarakat sehingga menimbulkan banyak
persoalan belum terjadi sebelumnya.
STUDI HADITS
·
Dalam buku “ Metodologi Studi Islam ˮ
karya Dr. Fathurrahman Muhtar, M.Ag.
Studi
hadits dimaksudkan sebagai kajian yang menjadikan hadits Nabi Muhammad Saw
sebagai subjek kajiannya. Dalam hal ini, ada 2 elemen utama yang terkait dengan
hadits : pertama, matan atau substansi pernyataan dalam sebuah hadis; dan kedua,
sanad atau daftar para perawi yang berperan dalam mentransmisikan hadis itu
sampai kepada perawi terakhir yang menuliskannya di dalam sebuah kitab hadis.
Studi
hadis menurut Adnin Armas menggunakan pendekatan ilmiah dalam menyelidiki
kesahihan dan otensitas hadist. Nalar diterapkan dalam mengkritis hadis pada
tiap tahapnya. Nalar di terapkan dalam mengkritis hadits pada tiap tahapnya.
Nalar diterapkan dalam pembelajaran dan mengajar hadits, dalam menilai para
periwayat dan kesahihan hadits. Alasanya adalah karena kecapakan nalar tidak
dapat menerima atau mencampakkan hadis nabi. Kitab-kitab hadist menyatakan
misalnya, bahwa nabi biasa tidur dengan berbaring pada sisi kanan, dan seebelum
merebahkan dirinya di tempat tidur ia biasa membaca bacaan do’a tertentu.
Setelah bangun tidur ia biasa membaca do’a juga. Ia baisa meminum air dengan
tiga helaan napas dengan menggunakan tangan kanan untuk memegang cawannya, dan
seterusnya. Pernyataan-peryataan ini memiliki kemungkinan, seseorang dapat
tidur terlentang, atau dengan kemungkinan. Jika hanya kecakapan nalar
digunakan, posisi tertentu memungkinkan dan posisi lainnya tidak mungkin
dinyatakan. Hal yang sama juga berlaku bagi do’a dan meminum air dan
seterusnya.
An-Naisaburi
dalam kitabnya Ma’rifat ulum al-Hadist menjelaskan bahwa kajian ilmu hadist
mempunyai 50 cabang. Adapun klasifikasi sebagian kajian dalam bidang hadits
yaitu :
1. Ilmu
rijal al-hadits guna mengetahui ihwal perawi di kalangan sahabat, tabi’in, dan
tabiit tabiin.
2. Ilmu
tawarikh al-ruwat, yaitu ilmu yang menjelaskan biografi para perawi hadits .
3. Ilmu
Tabaqat membahas kelompok orang-orang yang meiliki kesamaan masa hidup.
4. Ilmu
muta’alif dan mukhtalif, yaitu ilmu yang membahas kesamaan bentuk tulisan dari
nama asli, nama samaran, atau nama keturunan para perawi , tetapi bunyi
bacaannya berlainan.
5. Ilmu
jarh wa ta’dzl membahas ihwal perawi dari segi diterima ataupun ditolak
periwayatannya.
6. Ilmu
gharzb al-hadits membahas lafazh-lafazh dalam matan hadist yang sulit dipahami
karena jarang dipergunakan.
7. Ilmu
asbab wurud al-hadits menerangkan sebab lahirnya sebuah hadits.
8. Ilmu
tawarikh al-mutun membahas kapan dan dimana sebuah hadits diucapkan oleh Nabi
SAW.
9. Ilmu
nasikh wa al-mansukh membahas hadist-hadist yang berlawanan maknanya dan tidak
mungkin mengkompromikannya lagi, sehingga perlu ditentukan mana yang nasikh dan
mansukh.
10. Ilmu
mukhtalif al-hadist membahas hadist-hadist yang pada lahirnya saling
berlawanan, yaitu dengan menghilangkan pertentangan itu, ataupun dengan
mengkompromikannya.
11. Imu
‘illa al-hadits membahas sebab tersamar yang membuat kecacatan sebuah hadits .
Sedangkan
:
·
Dalam buku “ Metodologi Studi Islam ”
karya Drs. Atang Abd. Hakim, MA. & Dr. Jaih Mubarok , studi hadits yang
dibahas yaitu :
Keberdaan
hadits sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran, selai ketetapan Allah yang
di pahami dari ayat-Nya secara tersirat juga merupakan ijma’ (konsesnsus)
seperti terlihat dalam perilaku para sahabat. Misalnya, penjelasan Usman bin
Affan mengenai etika makan dan cara duduk dalam sholat, seperti yang dilakukan
Nabi Muhammad Saw. Begitu juga, Umar bin Khatab mencium Hajar Aswad karena
mengikuti jejak Rasul.
Menurut
T.M. Hasybi al-Shiddiqie sabagaimana
dikutip oleh Endang Soetari Ad (1994:111-128) dan Mundzir Suparta (1996:
49-56), dan Fathurrahman (1974: 65) fungsi hadits terhadap Al-Qur’an yaitu
sebagain penjelas (al-bayan).
Fathurrahman (1974 : 65-68 ) tampaknya menyimpulkan penjelasan serta kategori al-bayan ke dalam 3 hal : pertama, hadits berfungsi menetapkan dan
memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an. Kedua, hadits berfungsi merinci dan
menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur’an yang mujmal ( global ) seta memberikan
persyaratan terhadap ayat-ayat yang muthlag.
Ketiga , hadits berfungsi menetapkan aturan atau hukum yang tidak didapat
di dalam Al-Qur’an.
KAJIAN LINGUISTIK ARAB
·
Dalam buku “ Metodologi Studi Islam ˮ
karya Dr. Fathurrahman Muhtar, M.Ag.
Selama
pripde kekuasaan Dinasti Umayyah, dua kota Hijaz, Mekkah dan Madinah, menjadi
tempat berkembangnya music, lagu dan puisi. Sementara itu, kota kembar Irak,
Bashrah dan Kufah, berkembang menjadi pusat aktivitas inetlektual di dunia
islam. Basrah yang menjadi pusat pemerintanhan khurasan semasa Dinasti Umayyah,
diriwayatkan berpendudukan 300 ribu dengan 120 kanal pada 50 H/670 M. di sini
diperbatasan Persia, kajian ilmiah tentang bahasa dan tata bahasa Arab telah dimulai, dan dilakukan
terutama oleh dan untuk para muallaf.
Oleh karena itu, buka suatu kebetulan jika perintis tata bahasa Arab
legendaries, Abu al-Aswad al-Duali (w.688), berasal dari Bagdad. Menurut
seorang penulis biografi terkenal, Abnu khalikan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib
adalah orang pertama yang memberikan landasan bagi al-Duali dalam hal: tiga
pola bentukan kata benda, kata kerja dan imbuhan, dan mengatakan padanya utuk
menyusun sebuah penjelasan lengkap dari ketiga prinsip itu. Kajian bahasa dan
tata bahasa Arab menjadi suatu keniscayaan untuk mempelajari dan untuk memahami
al-Quran, yang berbahasa Arab. Pada
giliran berikutnya, kajian al-Quran dan penafsirannya telah melahirkan dua ilmu
kembar, yaitu filologi dan leksikografi dan juga aktifitas literature yang khas
Islam, yaitu ilmu Hadits.
Sedangkan
:
·
Dalam buku “ Studi Kawasan Dunia Islam ˮ
karya Ajid Thohir , kajian linguistic yang dibahas yaitu :
Kawasan
kebudayaan Islam Arab, bisa didefinisakan secara linguistik dengan bahasa Arab
sebagai bahasa induk kebudayaan mereka. Sekalipun sekarang mencakup dan
meliputi diluar batas-batas geopolitik tertentu etnik Arab, seperti Sudan,
Somalia dan Mauritania yanag seluruh penduduknya dapat disebut bukan orang
Arab, tetapi secara liungistik mereka bisa masuk kedalam criteria Arab. Oleh
karena itu, dalam cara apapun istilah ini didefinisikan, kawasan Islam Arab
merupakan kawasan yang paling luas jangkauannya secara linguistik yang
membentang antara wilayah Irak sampai Mauritania dan dari masing-masing meraka
bisa dibagi lagi menjadi beberapa bagian lokalitas baik etnik, historis, maupun
goegrafisnya. Kriteria linguistic Arab karena berbagai factor historis,
tanpaknya diantara criteria yang cukup kompleks dan rumit dibandingkan
kawasan-kawasan lainnya. Karena secara historis, penggnaan bahasa Arab sebagai
bahasa internasional yang diberlakukan untuk semua etnik sejak abad ke-7 oleh
dinasti Amawiyyah 1 (660-750 M) Damsakus, merupakan alasan paling mudah untuk
dijelaskan dan hal ini tanpaknya bagian sesuatu yang harus diperhatikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhtar
Fathurrahman. 2015. Metodologi Studi
Islam. Mataram : IAIN Mataram.
Hakim
Atang Abd. 2000. Metodologi Studi Islam.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Thohir
Ajid. 2011. Studi Kawasan Dunia Islam.
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
0 komentar:
Posting Komentar