·
DASAR – DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Sebagai aktivitas
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, tentunya
pendidikan islam memerlukan landasan kerja untuk memberi arah dan programnya.
Sebab dengan adanya dasar yang berfungsi sebagai sumber semua peraturan yang
akan diciptakan sebagai pegangan langkah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah
yang menentukan arah usaha tersebut. Dasar pelaksanaan pendidikan islam terutama
adalah adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Untuk negara
Indonesia secara formal pendidikan Islam mempunyai dasar/landasan yang cukup
kuat. Pancasila yang merupakan dasar setiap tingkah laku dan kegiatan bangsa
Indonesia, dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, berarti
menjamin setiap warga negara untuk memeluk, beribadah, serta menjalankan
aktivitas yang berhubungan dengan pengembangan agama, termasuk melaksanakan
pendidikan agama. Dengan demikian secara konstitusional Pancasila dengan
seluruh sila-silannya secara total
merupakan tiang penegak untuk dilaksanakannya usaha pendidikan,
bimbingan/penyuluhan agama (Islam), karena mempersemaikan dan membina ajaran
islam mendapat lindungan konstitusional bagi pelaksanaan pendidikan islam. (
UUD 1945, Bab XI ps 29 ayat 1 dan 2 )
Prof. Dr. Moh.
Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya “ Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam ˮ
menegaskan bahwa pendidikan agama adalah untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka,
menanamkan rasa fadilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang
tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas
dan jujur.[1]
·
HAKIKAT
PENDIDIKAN ISLAM
Memahami
pendidikan Islam, terlebih dahulu perlu memahami pengertian pendidikan Islam.
Karena dalam pengertian tersebut terkandung beberapa indikator esensial pendidikan.
Pengertian pendidikan Islam, salah satunya dapat dengan menggunakan metodologi
semantik seperti yang dilakukan oleh Izutsu seperti yang dikutip oleh Abdul Mujib
(Abdul Mujib, 2006:9-10). Menurut Izutsu terdapat tiga prosedur untuk menggali
hakikat sesuatu termasuk pendidikan dari al-Quran:
1. Memilih istilah-istilah kunci
(key terms) dari kosakata al-Quran, yang dianggap sebagai weltanschauung
dari al-Quran dan memiliki kandungan arti pendidikan. Seperti tarbiyah,
ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad dan tadris;
2. Menentukan makna pokok dan makna kontekstual;
3. Menyimpulkan weltanschauung
dengan menyajikan konsep-konsep dalam keutuhan. Kesimpulan dari
metode Izutsu ini dapat melahirkan pengertian terminologi atau istilah
dalam pendidikan Islam.
Pendidikan
dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah, tarbiyah, ta’lim,
ta’dib, riyadhah, irsyad dan tadris. Pada dasarnya, dalam
beberapa buku pendidikan Islam, semua istilah itu digunakan secara
bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan Islam. Semua istilah
ini dijadikan para pakar pendidikan Islam untuk mewakili istilah pendidikan
Islam. Dalam al-Quran tidak ditemukan kata tarbiyah, namun
ditemukan istilah lain yang memiliki kesamaan makna dan seakar dengan
kata tarbiyah, yaitu al-rabb, rabbayani, murabbiy,
yurbiy dan rabbaniy. Sedangkan dalam hadist hanya ditemukan kata rabbaniy.
Berikut ini merupakan istilah yang
populer dipakai dalam pendidikan Islam dalam wacana keislaman populer.
Ramayulis (2006:14-15) mengutip beberapa tokoh Islam dalam memahami
istilah pendidikan Islam.
1. Secara terminologi kata tarbiyah
menurut Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa tarbiyah adalah
mempersiapkan manusia agar hidup dengan sempurna dan meraih kebahagian,
mencintai tanah air, sehat jasmani, berahlakul karimah, cerdas dalam segala
bidang, dapat berguna bagi dirinya dan masyarakat dan sopan santun dalam bertutur
kata.
2. Sedangkan ta’lim menurut
Rasyid Ridha merupakan proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan dalam
jiwa seseorang tanpa ada batas. Pemaknaan ini didasarkan atas Q.S.
al-Baqarah {2}: 31 tentang pengajaran (allama) Tuhan kepada nabi Adam as.
3. Ta’dib menurut al-Attas adalah pengenalan dan pengakuan
yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian
rupa, sehingga dapat membimbing kearah pengenalan dan pengakuan
kekuasaan serta keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan
keberadaannya. Hal ini berdasarkan hadist nabi Muhammad Saw.:
Artinya:
“Tuhan telah mendidikku, sehingga menjadi baik pendidikanku”.
4. Menurut al-Bastani riyadhah dalam
konteks pendidikan berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia.
pengertian ini dalam tasawuf bermakna latihan rohani dengan cara menyendiri
pada hari-hari tertentu untuk melakukan ibadah dan tafakur mengenai hak dan
kewajibannya. Sedangkan menurut
Al-Ghazali memahami istilah al-Riyadhah adalah proses pelatihan individu
untuk anak-anak. Ini memiliki arti, dalam pendidikan anak lebih ditekankan pada
domain psikomotorik dengan cara melatih. Menurutnya, anak kecil yang terbiasa
melakukan aktivitas yang positif akan melahirkan kepribadian yang shaleh ketika
beranjak dewasa.
Pada
saat ini pemakaian istilah yang paling populer yang digunakan orang adalah “tarbiyah”
karena istilah ini mencakup keseluruhan kegiatan pendidikan. Tarbiyah merupakan
usaha untuk mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna,
sistematis dalam berpikir, memiliki ketajaman intuisi, memiliki jiwa toleransi pada
orang lain dan berbudi luhur. Dengan demikian maka istilah pendidikan Islam disebut
Tarbiyah Islamiyah.
Definisi-definisi
diatas apabila dikaitkan dengan pengertian pendidikan Islam akan kita ketahui
bahwa pendidikan Islam lebih merupakan pewaris nilai-nilai keislaman yang
mengarah pada keseimbangan dan keserasian perkembangan hidup manusia baik jasmani
maupun rohani. Selanjutnya, konseptualisasi tentang pengertian pendidikan Islam
ini dapat juga anda perhatikan dari pendapat para tokoh dan pakar pendidikan di
bawah ini:
-
Menurut
Abdullah Nashih Ulwan (1995:12) pendidikan bukanlah sekedar upaya memanusiakan
manusia, dan pendidikan Islam sebagai upaya membina mental, melahirkan
generasi, membina umat dan budaya, serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaan
dan peradaban.
-
Sedangkan
menurut al-Ghulayaini (Abdul Khalid, 1999:120) mendifinisikan tentang
pendidikan Islam sebagai pembentukan ahklak yang mulia pada jiwa anak dan mengarahkannya
dengan jalan yang benar dan nasehat, sehingga akan membentuk pribadi pada
dirinya akhlak yang mulia dan kebaikan serta cinta beramal untuk kepentingan
masyarakat. Dahulu sekitar 600 tahun Sebelum Masehi, orang-orang Yunani telah
mengenal pendidikan dan telah menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk
membantu manusia menjadi manusia.
-
Guru
Besar Ilmu Pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (A.Tafsir, 2006:33) ini menguraikan
tentang hakikat pendidikan Islam di tinjau dari dua aspek yaitu; Pertama, ‘membantu’.
Hakikat pendidikan membantu seseorang menjadi manusia seutuhnya. Manusia
merupakan makhluk yang tidak dapat hidup secara individual, ia membutuhkan
bantuan salah satunya adalah pendidikan. Seseorang dapat dikatakan telah
menjadi manusia karena ia memiliki sifat kemanusiaan. Hal ini menunjukan bahwa begitu
sulitnya menjadi manusia. Aspek kedua tentang hakikat pendidikan adalah
‘menolong’. Mengapa menolong, bukan untuk mencetak atau mewujudkan. Karena
pendidikan hakikatnya adalah menolong manusia menjadi manusia. Pada setiap
manusia itu ada potensi untuk menjadi manusia, sebaliknya ada juga potensi
untuk tidak menjadi manusia (memiliki sifat kebinatangan), disinilah peranan
pendidikan sangat penting untuk manusia. Kata ‘menolong’ juga mengandung
pengertian ke arah yang benar. Pendidikan untuk manusia mengarahkan manusia
melakukan perbuatan benar. Karena itulah pendidikan tidak mengenal istilah
‘mendidik untuk berbuat jahat dan berakhlak tercela’. Sebab ‘perbuatan jahat’ dan ‘akhlak tercela’ itu
tidak ada dalam kata menolong. Hal ini bertentangan dengan ajaran al-Quran yang
memerintahkan manusia untuk saling tolong menolong. “tolong menolonglah kamu
dalam kebaikan.”
-
Menurut
Ahmad Supardi (A. Supardi, 1998:3) hakikat pendidikan Islam adalah usaha
pendidik muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan dan perkembangan fitrah peserta didik atas dasar ajaran Islam ke
arah terwujudnya pribadi muslim. Pendidikan secara teoritik mengembangkan kemampuan
dasar manusia yang mengarahkan kepada perkembangan sesuai dengan ajaran Islam.[2]
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pendidikan islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan
kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran
Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai – nilai Islam serta
bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai islam.[3]
·
URGENSI PENDIDIKAN DALAM PENGEMBANGAN
FITRAH MANUSIA
Pendidikan
dalam islam harus dapat menumbuh kembangkan seluruh potensi dasar (fitrah)
manusia terutama potensi psikis dengan tidak mengabaikan potensi fisiknya. Hal
ini sejalan dengan pendapat al-Ghazâli yang menyatakan bahwa pendidikan Islam harus
dapat mengaktifkan dan mengoptimalkan potensi rohaniah peserta didik dengan
tidak mengabaikan potensi jasmaniahnya. Dalam konteks pengembangan potensi
inilah, pendidikan Islam harus dapat memenuhi beberapa keinginan, harapan dan
kebutuhan anak didik, baik secara rohaniah maupun jasmaniah. Di sisi inilah
letak pentingnya pembelajaran dalam pendidikan Islam dengan menggunakan pendekatan
konstruktivistik, yaitu bagaimana menkonstruk pembelajaran pendidikan Islam
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan potensi dasar anak didik.
Lebih
jauh pembelajaran pendidikan Islam berparadigma humanistik- konstruktivistik,
yaitu pembelajaran yang menekankan pada pengembangan potensi anak didik sesuai
keinginan dan kebutuhannya dalam upaya melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sebagai hamba
Allah, pendidikan Islam dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman,
dan pengamalan yang benar dalam melaksanakan ajaran Islam sebuah kebutuhan
emosional spiritual. Pada tataran praktis pembelajaran agama Islam dengan
menggunakan pendekatan ini menekankan pada pembelajaran kepercayaan/keyakinan
yang benar (‘aqîdah), pengamalan ibadah secara istiqâmah (syarî’ah) serta
pembiasan etika- moral Islam (akhlâq).
Dalam
konteks pembelajaran modern, materi, kurikulum, metode dan evaluasi pendidikan
Islam harus ditekankan pada proses pembelajaran afektif melalui penanaman
pengetahuan moral (moral knowing) yang dilanjutkan dengan
kesadaran moral (moral understanding) dan yang terpenting adalah
perilaku moral (moral action). Hal senada juga dikuatkan dengan pendapat
Muhammad Abduh yang menekankan pentingnya pengembangan potensi rohaniah di
samping jasmaniah dalam proses pendidikan Islam. Periksa Muhammad Abduh, Risalah
Tauhid, tersamping juga tidak dapat dikesampingkan pembelajaran kognitif
dan psikomotorik. Sedangkan dalam konteks manusia sebagai khalifah Allah
di muka bumi, pendidikan Islam harus dapat menumbuhkembangkan potensi dasar
anak didik dalam upayanya melaksanakan tugas-tugas kekhalifahannya. Potensi-potensi
itu barangkali dapat mengacu berbagai fitrah yang dimiliki manusia dalam upaya
memakmurkan bumi.
Pada tataran praktis, dalam perspektif di atas
pendidikan Islam harus dapat mempersiapkan anak didik dengan berbagai ilmu
pengetahuan, keahlian, dan skill untuk dapat mengelola, merawat, mengatur bumi
untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran manusia. Pad sisi inilah letak
pentingnya pengembangan potensi pikir manusia dengan melalui pengembangan
berbagai disiplin ilmu pengetahuan sehingga menghasilkan berbagai keahlian dan
profesionalisme sesuai dengan bidangnya masing-masing. Di samping itu, yang tak
kalah pentingnya adalah pengembangan potensi dzikir sebagai aspek aksiologis ilmu
pengetahuan.
Secara
lebih terperinci, M. Arifin menjelaskan bahwa secara psikis, potensi-potensi
manusia yang harus dikembangkan dalam pendidikan Islam berupa: (1) Potensi
dasar yang merupakan kemampuan dasar yang dimiliki manusia yang bersifat
dinamis dan berkembang secara aktif, (2) Bakat dan kecerdasan yang berupa
kemampuan daya kognisi, daya konasi, dan emosi. Dengan mengembangkan kemampuan
ini manusia menjadi ahli dan professional dalam bidangnya, (3) Instink (ghârizah),
kemampuan untuk berbuat, (4) Intuisi, kemampuan psikologis manusia untuk
mengadakan kontak dengan Tuhan, (5) Karakter, yaitu kemampuan psikolgis untuk
memiliki moral dan etika dalam interaksinya dengan sesama manusia. Karakter ini
berkaitan erat dengan kepribadian seseorang yang terbentuk dari kekuatan dari
dalam diri manusia, (6) Nafsu/dorongan yang mempengaruhi motif perbuatan seseorang
(7) Keturunan/hereditas, suatu faktor kemampuan dasar manusia psikologis dan
fisiologis yang diturunkan oleh orang tua.
Pengembangan
potensi asli sebagaimana di atas juga diungkapkan oleh Conny R. Semiawan yang
menegaskan bahwa pendidikan Islam dalam kerangka pengembangan fitrah--harus
dilaksanakan dengan berlandaskan nilai-nilai Ilahiyah. Proses pendidikan yang
demikian tidak hanya menuntut transfer ilmu pengetahuan dan nilai sikap kepada peserta
didik, akan tetapi juga kemampuan pendidik yang professional di bidangnya
dengan tidak mengenyampingkan aspek sosio-kultural dimana manusia itu
dibesarkan. Untuk itu, proses pendidikan Islam harus mampu mampu menyentuh totalitas
potensi yang dimiliki peserta didik yang meliputi pertumbuhan fisik,
intelektual, emosional, sosial, moral, dan keimanan Ilahiyah yang merupakan
fitrah manusia yang hanîf, sebagai upaya mewujudkan tingkat kematangan
optimal dalam totalitas struktur individual peserta didik.[4]
[1] Dra.
Zuhairini, dkk. , Filsafat Pendidikan
Islam ( Jakarta : PT Bumi Aksara ,
2009 ), hlm. 153-155
[2] A.
Heris Hermawan, M.Ag. , Filsafat
Pendidikan Islam ( Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI , 2012 ), hlm. 99 – 102.
[3]
Dra. Zuhairini, dkk. , Filsafat
Pendidikan Islam ( Jakarta : PT Bumi Aksara
, 2009 ), hlm. 152
[4]
Mohammad Muchlis Solichin , “ Fitrah ; Konsep dan Pengembangannya dalam Islam
ˮ, Jurnal Tadris , Vol. 2 No.2 ,
(2013), hal. 247-249.
0 komentar:
Posting Komentar