Minggu, 29 Oktober 2017

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK




 
 
PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

·         Hakekat Pendidik
                Kata pendidik berasal dari didik, artinya memelihara, merawat dan memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan (tentang sopan santun, akal budi, akhlak, dan sebagainya) selanjutnya dengan menambahkan awalan pe- hingga menjadi pendidik, artinya orang yang mendidik. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidik artinya orang yang mendidik.[1]
                Menurut  ahli bahasa Belanda , J.E.C. Gericke dan T. Roorda, seperti yang dikutip oleh Hadi Supeno, menerangkan bahwa guru berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya berat, besar, penting, baik sekali, terhormat, dan pengajar. Semetara itu, dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan guru. Misalnya, teacher yang berarti guru atau pengajar, educator yang berarti pendidik atau ahli mendidik; dan tutor yang berarti guru pribadi, guru yang mengajar dirumah, atau guru yang memberi les (pelajaran).
Selanjutnya dalam konteks pendidikan Islam, banyak sekali yang mengacu pada pengertian guru, seperti murrabi, mu’allim dan mu’addib. Ketiga kata tersebut memiliki fungsi penggunaan berbeda-beda.[2] Kata atau istilah murabbi , misalnya sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Pemeliharaan seperti itu terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Sedangkan untuk kata muallim, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan (baca:pengajaran) dari seseorang yang lebih tahu kepada seseorang yang tidak tahu. Adapun istilah muaddib merujuk kepada guru yang secara khusus mengajar di istana.
Dari segi bahasa, pendidik memiliki pengertian sebagai orang yang mendidik. Hal ini bermakna bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Beberapa istilah tentang pendidik mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain.
Hasan Langgulung (1986:227) memaknai pendidik sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pendidik memegang peranan penting dalam pendidikan sebab keberhasilan anak didik dipengaruhi oleh kualitas pendidik.  Abuddin Nata (2005:114) mendefiniskan pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dan memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Peranan orang tua sangat berpengaruh dalam mendidik anaknya karena secara moral dan teologis keduanya dibebani tanggungjawab dalam mendidik anaknya. Sedangkan di sekolah tanggung jawab dibebankan kepada guru, begitu juga di masyarakat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya. Oleh karena itu, peranan orang tua, guru dan tokoh masyarakat dapat dikategorikan sebagai pendidik. [3]
Pendidik dalam Islam, adalah orang-orang yang bertanggung jawab dalam perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun potensi psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapi tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk social dan sebagai mkhluk individu yang mandiri.[4]
·         Hakekat Peserta Didik
Menurut Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi yang dikutip oleh Abuddin Nata, menyebutkan bahwa kata murid (peserta didik) berasal dari bahasa Arab, yang artinya orang yang menginginkan. Menurut Abudin Nata, kata murid diartikan sebagai orang yang menghendaki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kepribadian yang baik dengan cara sungguh-sungguh sebagai bekal hidupnya agar bahagia dunia dan akhirat. Disamping itu, dijumpai istilah lain yang sering digunakan dalam bahasa Arab, yaitu tilmidz yang berarti pelajar. Bentuk jamaknya adalah talamidz. Kata ini lebih merujuk pada pelajar yang belajar di madrasah. Kata lainnya adalah thalib yang artinya pencari ilmu, pelajar, atau mahasiswa.[5] Istilah murid atau thalib ini sesungguhnya memiliki kedalaman makna daripada penyebutan siswa. Artinya dalam proses pendidikan itu terdapat individu yang secara sungguh-sungguh menghendaki dan mencari ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa istilah murid dan thalib mengehendaki adanya keaktifan pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik.
Peserta didik dalam Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, social, dan religious dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa.[6]
Menurut Samsul Nizar beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
1.       Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
2.       Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.       Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4.        Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.
5.        Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.       Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.[7]

·         Model Interaksi Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan
Dalam konteks pendidikan, model interaksi yang dimaksud adalah adanya hubungan antara pendidik dengan peserta didik, dan antara peserta didik dengan peserta didik sehingga selalu dalam satu kesatuan dalam tujuan yang sama. Dengan demikian proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan pesan yang disampaikan oleh pendidik dapat diterima oleh peserta didik secara utuh dan tentu tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.
Dalam pembelajaran interaksi antara pendidik dan peserta didik terdapat model atau pola interaksi , dimana pola atau model interaksi ini terdiri atas tiga, yaitu :

1.       Pola interaksi satu arah.[8]
Dalam bentuk interaksi ini pendidik mengajar di sekolah hanya menyuapi materi kepada peserta didik dan peserta didik selalu menerima suapan itu tanpa komentar, tanpa aktif berfikir. Mereka mendengarkan tanpa kritik, apakah pengetahuan yang diterimanya di bangku sekolah itu benar atau tidak. Namun walau disini peserta didik hanya menerima dari penjelasan pendidik, interaksi seperti ini juga sangat penting, karena dengan adanya interaksi ini peserta didik akan fokus dan memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh gurunya.
2.       Pola interaksi dua arah
Pada interaksi seperti ini, seorang guru tidak mutlak atau tidak menyuapkan materi langsung kepada siswanya, namun, disini guru hanya sebagai fasilitator saja, dimana seorang guru mengantar siswa untuk menciptakan suasana belajar yang yang memungkinkan, siswa dihadapkan dengan bermacam-macam pertanyaan yang menyangkut dengan materi, sehingga siswa dapat menimbulkan inisiatif untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian, disini guru hanya memberikan rangsangan saja, hingga murid dapat dan berani mengeluarkan pendapatnya sehingga masalah yang diberikan dapat dipecahkan, dengan ini pembelajaran akan mulai lebih aktif.
3.       Pola interaksi multi/banyak arah
Interaksi ini tidak hanya terjadi antara guru dan siswanya, tetapi juga antara siswa dengan siswa. Pada interaksi ini siswa aktif daripada guru, siswa juga seperti halnya guru dapat sebagai sumber belajar bagi siswa lain. Disini guru hanya sebagai fasilitator, siswa akan belajar dengan sendirinya secara aktif dan guru sebagai pemandu atau mengawasi saja.[9]



[1] M.Ramli , “ Hakikat Pendidik dan Peserta Didik ˮ, Junal Tarbiyah Islamiyah, Vol.5 No.1 , ( Januari – Juni 2015), hal. 62
[2] Sri Minarti , Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta : Amzah , 2013 ), hlm. 107-108

[3] A. Heris Hermawan , Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI , 2012 ), hlm. 138 - 139.
[4] Abdul Mujib , Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta : Kencana Prenadamedia Group , 2006 ), hlm. 87.
[5] Sri Minarti , Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta : Amzah , 2013 ), hlm. 118 – 119.
[6] Abdul Mujib , Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta : Kencana Prenadamedia Group , 2006 ), hlm. 103 – 104.
[7] M.Ramli , “ Hakikat Pendidik dan Peserta Didik ˮ, Junal Tarbiyah Islamiyah, Vol.5 No.1 , ( Januari – Juni 2015), hal. 69
[8] Wina Sanjaya , Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi ( Jakarta : Prenada Media , 2005), hlm. 170.
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia , 2008), hlm. 180

0 komentar:

Posting Komentar

 

Math Proof Template by Ipietoon Cute Blog Design