PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK
·
Hakekat Pendidik
Kata
pendidik berasal dari didik, artinya memelihara, merawat dan memberi latihan
agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan (tentang sopan
santun, akal budi, akhlak, dan sebagainya) selanjutnya dengan menambahkan
awalan pe- hingga menjadi pendidik, artinya orang yang mendidik. Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, pendidik artinya orang yang mendidik.[1]
Menurut
ahli bahasa Belanda , J.E.C. Gericke dan T. Roorda, seperti yang dikutip
oleh Hadi Supeno, menerangkan bahwa guru berasal dari bahasa Sansekerta yang
artinya berat, besar, penting, baik sekali, terhormat, dan pengajar. Semetara
itu, dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan
guru. Misalnya, teacher yang berarti guru atau pengajar, educator yang berarti
pendidik atau ahli mendidik; dan tutor yang berarti guru pribadi, guru yang
mengajar dirumah, atau guru yang memberi les (pelajaran).
Selanjutnya dalam konteks pendidikan Islam,
banyak sekali yang mengacu pada pengertian guru, seperti murrabi, mu’allim dan mu’addib. Ketiga kata tersebut memiliki
fungsi penggunaan berbeda-beda.[2]
Kata atau
istilah murabbi , misalnya sering
dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah
pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Pemeliharaan seperti itu terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya.
Sedangkan untuk kata muallim, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih
terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan
(baca:pengajaran) dari seseorang yang lebih tahu
kepada seseorang yang tidak tahu. Adapun istilah muaddib merujuk kepada guru
yang secara khusus mengajar di istana.
Dari segi
bahasa, pendidik memiliki pengertian sebagai orang yang mendidik. Hal ini
bermakna bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang
mendidik. Beberapa istilah tentang pendidik mengacu kepada seseorang yang
memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain.
Hasan Langgulung
(1986:227) memaknai pendidik sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pendidik
memegang peranan penting dalam pendidikan sebab keberhasilan anak didik
dipengaruhi oleh kualitas pendidik. Abuddin Nata
(2005:114) mendefiniskan pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang
yang melakukan kegiatan dan memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan,
pengalaman dan sebagainya. Peranan orang tua sangat berpengaruh dalam mendidik
anaknya karena secara moral dan teologis keduanya dibebani tanggungjawab dalam
mendidik anaknya. Sedangkan di sekolah tanggung jawab dibebankan kepada guru,
begitu juga di masyarakat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan
sebagainya. Oleh karena itu, peranan orang tua, guru dan tokoh masyarakat dapat
dikategorikan sebagai pendidik. [3]
Pendidik dalam
Islam, adalah orang-orang yang bertanggung jawab dalam perkembangan peserta
didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi anak didik, baik potensi
afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun potensi psikomotorik (karsa). Pendidik
berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada
peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapi tingkat
kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu
mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. dan mampu
melakukan tugas sebagai makhluk social dan sebagai mkhluk individu yang
mandiri.[4]
·
Hakekat Peserta
Didik
Menurut Engr
Sayyid Khaim Husayn Naqawi yang dikutip oleh Abuddin Nata, menyebutkan bahwa
kata murid (peserta didik) berasal dari bahasa Arab, yang artinya orang yang menginginkan. Menurut Abudin
Nata, kata murid diartikan sebagai orang yang menghendaki untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kepribadian yang baik dengan
cara sungguh-sungguh sebagai bekal hidupnya agar bahagia dunia dan akhirat.
Disamping itu, dijumpai istilah lain yang sering digunakan dalam bahasa Arab,
yaitu tilmidz yang berarti pelajar.
Bentuk jamaknya adalah talamidz. Kata
ini lebih merujuk pada pelajar yang belajar di madrasah. Kata lainnya adalah thalib yang artinya pencari ilmu,
pelajar, atau mahasiswa.[5]
Istilah murid atau thalib ini
sesungguhnya memiliki kedalaman makna daripada penyebutan siswa. Artinya dalam
proses pendidikan itu terdapat individu yang secara sungguh-sungguh menghendaki
dan mencari ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa istilah murid dan thalib mengehendaki adanya keaktifan
pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik.
Peserta
didik dalam Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara
fisik, psikologis, social, dan religious dalam mengarungi kehidupan di dunia
dan di akhirat kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik
merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain
untuk menjadikan dirinya dewasa.[6]
Menurut Samsul Nizar beberapa hakikat peserta
didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
1.
Peserta
didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia
sendiri.
2.
Peserta
didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi perkembangan dan
pertumbuhan.
3.
Peserta
didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan
jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4.
Peserta didik adalah makhluk Allah yang
memiliki perbedaan individual.
5.
Peserta didik terdiri dari dua unsur utama,
yaitu jasmani dan rohani.
6.
Peserta
didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis.[7]
·
Model
Interaksi Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan
Dalam
konteks pendidikan, model interaksi yang dimaksud adalah adanya hubungan antara
pendidik dengan peserta didik, dan antara peserta didik dengan peserta didik
sehingga selalu dalam satu kesatuan dalam tujuan yang sama. Dengan demikian
proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan pesan yang disampaikan oleh
pendidik dapat diterima oleh peserta didik secara utuh dan tentu tujuan
pembelajaran akan mudah tercapai.
Dalam
pembelajaran interaksi antara pendidik dan peserta didik terdapat model atau
pola interaksi , dimana pola atau model interaksi ini terdiri atas tiga, yaitu
:
1.
Pola interaksi satu arah.[8]
Dalam
bentuk
interaksi ini pendidik mengajar di sekolah hanya menyuapi materi kepada peserta
didik dan peserta didik selalu menerima suapan itu tanpa komentar, tanpa aktif
berfikir. Mereka mendengarkan tanpa kritik, apakah pengetahuan yang diterimanya
di bangku sekolah itu benar atau tidak. Namun walau disini peserta didik hanya
menerima dari penjelasan pendidik, interaksi seperti ini juga sangat penting,
karena dengan adanya interaksi ini peserta didik akan fokus dan memperhatikan
penjelasan yang diberikan oleh gurunya.
2.
Pola interaksi dua arah
Pada
interaksi seperti ini, seorang guru tidak mutlak atau tidak menyuapkan materi
langsung kepada siswanya, namun, disini guru hanya sebagai fasilitator saja,
dimana seorang guru mengantar siswa untuk menciptakan suasana belajar yang yang
memungkinkan, siswa dihadapkan dengan bermacam-macam pertanyaan yang menyangkut
dengan materi, sehingga siswa dapat menimbulkan inisiatif untuk memecahkan
masalah tersebut. Dengan demikian, disini guru hanya memberikan rangsangan
saja, hingga murid dapat dan berani mengeluarkan pendapatnya sehingga masalah
yang diberikan dapat dipecahkan, dengan ini pembelajaran akan mulai lebih
aktif.
3.
Pola interaksi multi/banyak arah
Interaksi
ini tidak hanya terjadi antara guru dan siswanya, tetapi juga antara siswa
dengan siswa. Pada interaksi ini siswa aktif daripada guru, siswa juga seperti
halnya guru dapat sebagai sumber belajar bagi siswa lain. Disini
guru hanya sebagai fasilitator, siswa akan belajar dengan sendirinya secara
aktif dan guru sebagai pemandu atau mengawasi saja.[9]
[1]
M.Ramli , “ Hakikat Pendidik dan Peserta Didik ˮ, Junal Tarbiyah Islamiyah, Vol.5 No.1 , ( Januari – Juni 2015), hal.
62
[2]
Sri Minarti , Ilmu Pendidikan Islam (
Jakarta : Amzah , 2013 ), hlm. 107-108
[3] A.
Heris Hermawan , Filsafat Pendidikan
Islam ( Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI
, 2012 ), hlm. 138 - 139.
[4]
Abdul Mujib , Ilmu Pendidikan Islam (
Jakarta : Kencana Prenadamedia Group , 2006 ), hlm. 87.
[5]
Sri Minarti , Ilmu Pendidikan Islam (
Jakarta : Amzah , 2013 ), hlm. 118 – 119.
[6]
Abdul Mujib , Ilmu Pendidikan Islam (
Jakarta : Kencana Prenadamedia Group , 2006 ), hlm. 103 – 104.
[7]
M.Ramli , “ Hakikat Pendidik dan Peserta Didik ˮ, Junal Tarbiyah Islamiyah, Vol.5 No.1 , ( Januari – Juni 2015), hal.
69
[8]
Wina Sanjaya , Pembelajaran dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (
Jakarta : Prenada Media , 2005), hlm. 170.
[9]
Ramayulis,
Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia , 2008), hlm. 180
0 komentar:
Posting Komentar